TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sejumlah mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) menggelar aksi di depan Gedung Balairung UGM. Mereka mendirikan tujuh tenda dan berkemah di halaman depan Gedung Balairung sejak Senin (27/5/2024) kemarin.
Humas Aliansi Mahasiswa UGM, Muhammad Imam Maulana menuturkan aksi tersebut mereka lakukan untuk merespon Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal di UGM.
Maulana menuturkan, jika sebelumnya dasar permberlakuan IPI adalah Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, kini yang menjadi acuan adalah Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024.
Dalam regulasi terbaru ini, lanjut Maulana, tidak ada instrument atau pun pasal yang mengharuskan Perguruan Tinggi Negeri untuk meningkatkan penerimaan melalui luran Pengembangan Institusi.
Menurutnya, jika pada tahun 2023 IPI atau disebut SSPU hanya diwajibkan pada golongan yang sudah mapan secara ekonomi (UKT pendidikan unggul), saat ini hampir seluruh golongan diwajibkan membayar IPI.
"Hal ini tentu menjadi pertanyaan, apa urgensi kebijakan IPI kali ini ketika UKT juga telah mengalami kenaikan?" kata Maulana, Selasa (28/5/2024).
Selain itu, kata Malulana, terdapat persoalan transparansi dokumen yang menjadi dasar hukum dalam pemberlakuan IPI.
Sebab, meski informasi terkait IPI ini telah dikeluarkan, salinan SK Rektor dan yang menjadi dasar penetapan kebijakan sekaligus bentuk transparansi justru tidak dipublikasikan.
"Kurangnya transparansi dan partisipasi mahasiswa dalam penetapan dan penggunaan dana IPI dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan," jelasnya
Maulana menuturkan, sebelumnya UGM tidak pernah menerapkan uang pangkal. Pada 2022 UGM hanya menarik sumbangan sukarela bagi mahasiswa jalur mandiri.
Uang pangkal baru diterapkan pada semua golongan UKT unggul pada 2023, dan dan pada tahun ini kampus kembali menerapkan uang pangkal secara lebih luas.
Pada tahun ini, UGM menarik uang pangkal kepada seluruh mahasiswa jalur mandiri, kecuali yang mendapat UKT golongan nol rupiah.
"Jelas ini merugikan, karena dengan penerapan IPI ke semua golongan kecuali golongan (UKT) 0 itu tentu akan mengecilkan kuota mahasiswa yang tidak mampu atau golongan menengah ke bawah. Jelas itu sangat-sangat merugikan bagi calon mahasiswa," ujarnya.
Selain itu, pembayaran IPI di UGM dibayarkan dengan dicicil sebanyak 2 kali. Padahal, menurut Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 dalam pasal 30 ada tiga skema pembayaran.
Skema pertama yaitu kampus boleh melakukan pembebasan terhadap uang pangkal atau IPI, yang kedua itu adalah pengurangan pengurangan nominal IPI dan yang ketiga adalah biaya pencicilan atau dapat mengangsur.
"Namun kampus hanya memberikan opsi ketiga yaitu mencicil sebanyak 2 kali," ungkapnya.
Dia menambahkan, aksi mereka rencananya akan dilangsungkan selama sepekan ke depan. Mereka memberi waktu seminggu kepada para pimpinan kampus untuk menanggapi tuntutan mereka.
Apabila tidak ada respons dari pihak pimpinan, mereka akan melancarkan aksi besar-besaran menuntut pencabutan IPI pada Senin, 3 Juni 2024 mendatang.
"Jika rektor, pimpinan ataupun jajarannya tidak menemui kami, kami beri tenggang waktu seminggu maka kami akan melanjutkan konsolidasi yang lebih besar. Kami akan turun lebih besar, untuk menggugat kampus, untuk mencabut uang pangkal dari universitas kerakyatan ini," katanya
Sebab, hingga hari kedua aksi ini, belum ada pimpinan universitas yang datang menemui dan berdialog dengan mereka. Berdasarkan informasi yang mereka terima, para pimpinan universitas tengah melakukan kunjungan kerja.
"Belum ditemui, kebetulan pimpinan kampus kami Bu Ova (Rektor UGM) itu sedang kunjungan dinas ataupun apa itu namanya ke luar negeri dan juga beberapa wakil rektor juga ada kunjungan dinas ke luar negeri," imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius belum dapat dimintai keterangan, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp. (*)