Di era digital saat ini, penggunaan situs atau aplikasi pencari kerja, seperti LinkedIn, jadi salah satu cara bagi pencari kerja untuk mendapatkan lowongan pekerjaan. Namun ternyata masih banyak penggunaan situs ini yang menghadapi tantangan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kondisi ini melahirkan tren baru di antara para pengguna situs dengan memasang banner atau label #Desperate pada profil mereka, menunjukkan bahwa mereka sudah sangat putus asa dalam mencari kerja.
Melansir dari Forbes, Senin (7/10/2024), pada umumnya mereka yang aktif mencari kerja di situs ini menggunakan banner atau label #OpentoWork atau terbuka untuk bekerja di profil mereka. Sedangkan untuk para pemberi kerja menggunakan banner #Hiring.
Namun akibat saking sulitnya mencari kerja hingga membuat pelamar frustasi, muncul tren yang beredar di kalangan pengguna khususnya Gen Z, mereka menggunakan banner #Desperate alias putus asa.
Banner ini pertama kali diciptakan dan dipopulerkan pengguna LinkedIn, Courtney Summer Myers. Banner ini ia buat setelah selama lebih dari 10 bulan tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Beruntung, setelah memasang banner ini jumlah koneksi Myers di situs LinkedIn langsung bertambah lebih dari 15.000, dan kini ia tengah memilah-milah tawaran pekerjaan.
"Perburuan pekerjaan saya telah mandek selama 10 bulan. Ini (menggunakan banner #desperate) adalah satu-satunya hal yang menarik perhatian," kata Myers kepada Forbes.
"Sungguh konyol jika seseorang harus menjadi viral di LinkedIn untuk mendapatkan akses ke berbagai peluang, tetapi kini saya berada dalam posisi yang jauh lebih baik daripada dua minggu lalu," sambungnya.
Terlepas dari itu, Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza mengatakan penggunaan label serupa juga banyak digunakan di Indonesia. Menurutnya hal ini sudah terjadi sejak 2020 lalu saat pandemi Covid-19 berlangsung.
Namun berbeda dengan pencari kerja di luar negeri yang secara blak-blakan menunjukkan keputusasaannya dalam mencari kerja, ia berpendapat para pelamar di RI cenderung lebih 'halus' dalam menyampaikan pesannya.
"(Penggunaan label serupa) sebenarnya sudah ada sejak covid. Sejak covid itu dalam bahasa yang berbeda, bedanya cuman di delivery-nya aja, caranya saja," kata Ivan saat dihubungi detikcom.
"Kalau di luar negeri, di Eropa, di US, itu kan lebih straight forward lebih langsung begitu. Di Indonesia kan masih sangat halus, masih pakai simbol-simbol. Tapi prinsipnya sama (menunjukkan sangat memerlukan pekerjaan)," sambungnya.
Ia mengatakan simbol atau kata-kata yang digunakan para pencari kerja di RI untuk menunjukkan bahwa mereka sudah sangat putus asa mencari kerja biasanya 'kalau ada lowongan/peluang/kesempatan tolong dikabarkan' dan lain sebagainya pada profil akun situs pencari kerja mereka.
Di luar itu menurut pengamatannya, banyak juga para pencari kerja di Indonesia yang menyampaikan keputusasaannya dalam mencari kerja di media sosial lain semisal X (dulunya Twitter). Bahkan Ivan mengaku ada juga yang dengan sengaja mengirimkan CV mereka kepadanya, meski perusahaan tempat Ivan bekerja belum membuka lowongan.
"Bukan cuma di LinkedIn, tapi juga misal di Twitter (saat ini X), itu saya lihat lumayan banyak penggunaan kata-kata seperti itu, lumayan banyak," terangnya.
"Karena saya SDM, jadi banyak yang juga yang forward atau share (lamaran kerja) ke saya. Bahkan saat covid di LinkedIn saya bilang 'memang di perusahaan saya tidak membuka lowongan pekerjaan, tapi untuk teman-teman yang ingin eksplore atau cari kerjaan kirim saja CV-nya ke saya, nanti saya share atau sampaikan kepada teman-teman yang buka lowongan'," ucap Ivan.