TRIBUNJATIM.COM - Kisah inspiratif datang dari Alfian Andhika Yudhistira, anak tukang tambal ban yang lulus S2 di Universitas Airlangga (Unair).

Alfian merupakan seorang tunanetra.

Ia pun menjadi mahasiswa tunanetera pertama di Unair yang berhasil lulus dan mendapatkan gelar magister. 

Alfian resmi dilantik sebagai wisudawan S2 Kebijakan Publik pada periode 245 Unair yang digelar di Airlangga Convetion Center (ACC), Kampus MERR-C, Surabaya, Minggu (22/12/2024). 

Alfian adalah wisudawan tunatera pertama dalam sejarah Unair.

Ia pun berkesempatan menyampaikan sambutannya.

Alfian mengaku selama menjalani pendidikan ia mendapatkan perlakuan yang baik.

Bahkan teman-teman sekelasnya pun kerap menjadi pendampingnya saat berkuliah.

“Meskipun saya tunanetra pertama, saya merasa diperlakukan baik sekali di UNAIR selama saya berkuliah. Saya jarang mendapat pendamping dari luar kelas karena teman-teman sekelas saya sudah bisa menjadi pendamping," ungkap Alfian, dikutip dari Kompas.com.

Tidak hanya menjadi wisudawan tunatera pertama di Unair, Alfian juga ternyata satu-satunya tunanetra di keluarga.

Alfian berhasil menjadi anak pertama yang lulus S2 di keluarganya meski dengan keterbatasan.

Ia merupakan anak keempat, ibunya seorang ibu rumah tangga dan sang ayah bekerja sebagai tukang tambal ban.

“Saya tunanetra satu-satunya di keluarga. Saya anak keempat, tapi yang pertama S2. Ibu saya ibu rumah tangga dan bapak saya tukang tambal ban, tetapi saya bangga menjadi bagian dari mereka,” ujar Alfian.

Sebelum menempuh program magister Kebijakan Publik, Alfian telah menyelsaikan studi S1 Antropologi Unair.

Berbekal ilmu yang ia pelajar, Alfian ingin berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia yang lebih inklusfif.

Alfian pun membuktikan komitmennya, saat ini ia aktif menyebarkan isu tentang disabilitas di media sosial.

Dengan itu, ia berharap kesadaran masyarakat terhadap kelompok berkebutuhan khusus dapat meningkat. 

“Yang saya lakukan saat ini adalah bagaimana saya menularkan isu-isu disabilitas melalui sosial media dan itu harus dilakukan dengan bahagia. Disabilitas itu harus bahagia,” ungkapnya. 

Tak hanya itu, Alfian juga menghimbau seluruh hadirin pada momen wisuda untuk senantiasa berkontribusi bagi negara. 

“Semoga kita bersama-sama menjadi insan yang excellent with morality dan bisa berkontribusi pada negara dengan apa yang kita miliki,” pungkas Alfian.

Kisah di Madura

‘Seburuk apapun kita sebagai orang tua, mereka akan selalu siap menjadi anak-anak terbaik generasi bangsa’.

Begitulah ungkapan pertama kali yang terlontar dari mulut perajin batu akik, Muallam (43), begitu mengetahui upaya pengajuan beasiswa anaknya, Husni Mubarok (18) melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tidak membuahkan hasil.

Husni, warga Desa Lantek Timur, Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan dinyatakan lulus Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2024 di Universitas Trunojoyo Madura (UTM).

Perasaan bangga, haru, dan was-was pun seketika menjalari seluruh nadi Muallam yang berpenghasilan tidak menentu dari hasil membuat dan menjual batu akik. Bahkan untuk memiliki sebuah mesin gerinda duduk, ia harus memodifikasi mesin pompa air bekas.

“Saya memberanikan diri menuliskan angka 500 ribu rupiah per bulan dalam kolom pernyataan profil ekonomi keluarga untuk kebutuhan UKT (Uang Kuliah Tunggal),” ungkap bapak dengan dua anak itu saat menerima Tribun Madura di rumahnya, Minggu (7/7/2024) sore.

Bagi Muallam dengan latar pendidikan lulusan SMP dan tinggal di pelosok Kabupaten Bangkalan, lingkungan pembelajaran di perguruan tinggi dengan berbagai kebutuhannya merupakan perihal yang awam.

Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti berapa selanjutnya besaran biaya kuliah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan anak saya lulus sebagai sarjana.

Namun ia tetap bertekad memberikan ruang seluas-luasnya kepada putra sulungnya, Husni hingga meraih gelar sarjan meski tanpa beasiswa KIP.     

“Alhamdulillah, anak saya (Husni) diterima di UTM. Kemarin itu saya mengajukan KIP ke UTM tetapi tidak diterima, tidak apa-apa, tidak masalah diterima dengan UKT sebesar 2.250.000 rupiah. Saya tetap berusaha hingga anak jadi orang sukses, semoga dengan saya bekerja seperti ini, anak saya tetap bisa lulus bahkan bisa melanjutkan ke S2,” tegas Muallam.

Menurutnya, suatu pekerjaan hanyalah sebatas syarat bagi setiap insan manusia dalam berusaha menjemput rezeki yang telah ditentukan Sang Pencipta.

Begitu juga dengan takdir Husni diterima di UTM dengan memilih prodi Psikologi.

“Setiap anak terlahir dengan rezekinya, saya berjualan akik karena hobi semenjak menginjak dewasa. Ke sana kemari mencari batu-batu kerikil, kemudian saya potong untuk dibuat cincin. Alhamdulillah bisa laku 30 ribu rupiah hingga 50 ribu rupiah,” pungkasnya.

Setelah mengikuti wisuda di Madrasah Aliyah Plus Nurul Ilmi, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Husni Mubarok lebih banyak membantu pekerjaan Muallam di rumah. Karena sejak lulus SD, Husni lebih banyak menghabiskan waktu di pesantren.  

“Ayah hanya bilang, lanjutkan saja kuliah psikologi meski beasiswa KIP tidak diterima. Harapannya bisa lanjut sampai jenjang magister,” singkat Husni. 

Baca Lebih Lanjut
Inspiratif, Ini Peran Ibu UMKM untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga
Sindonews
6 Beasiswa Luar Negeri untuk Sandwich Generation, Tunjangan Besar Bisa Kerja Part Time
Sindonews
10 Film Keluarga untuk Tahun Baru, Hiburan Seru Mengisi Momen Bersama
Sindonews
Seram, Anak Dikorbankan Jadi Tumbal untuk Ayahnya
Detik
Mahasiswa Koas Geram Keluarga Lady Baru Minta Maaf Saat Sopir Jadi Tersangka
Detik
Ternyata Ini Chef Keluarga David Beckham saat Pesta Natal
Detik
Tangis Happy Asmara Kenang Perjuangan Gilga Sahid di Industri Musik Tanah Air: Rasanya Berat Banget
Deni setiawan
Kisah Yuli Erniati Si Penjual Sayur Pahlawan Rumah Tangga, Berjuang Sendirian Besarkan 4 Anaknya
Feryanto Hadi
Prospek Kerja Lulusan Sastra Indonesia, Bisa Jadi Apa Saja?
Sindonews
Berencana Road Trip di Musim Hujan? Simak Tips Ini agar Tetap Aman!
Detik