TRIBUNSOLO.COM - Bulan Ramadhan 1446 Hijriah tinggal beberapa hari lagi.
Satu di antara yang perlu diperhatikan sebelum bulan Ramadhan tiba adalah melunasi utang puasa.
Beberapa dari kamu mungkin pernah melewatkan beberapa hari puasa karena sakit, perjalanan, atau alasan lainnya.
Jika itu yang terjadi, penting untuk segera melunasi puasa yang terlewat sebelum Ramadan berikutnya.
Lantas, kapan batas waktu untuk mengqadha’ atau mengganti puasa yang terlewat? Simak penjelasannya berikut ini!
Batas waktu mengqadha puasa
Menurut Maharati Marfuah dalam buku Qadha' dan Fidyah Puasa (2020), para ulama sepakat bahwa batas waktu untuk mengqadha’ puasa adalah setelah habisnya bulan Ramadan hingga bertemu lagi dengan bulan Ramadan tahun depan.
Artinya batas mengganti utang puasa sampai masuk bulan Ramadhan di tahun selanjutnya.
Artinya, kamu memiliki waktu sepanjang tahun setelah Ramadan untuk mengganti puasa yang terlewat, kecuali jika ada uzur syar'i yang membolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 185:
"Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa, namun harus mengganti di hari yang lain."
Namun, jika seseorang tidak membayar utang puasa hingga Ramadan berikutnya, maka ada beberapa pandangan berbeda di kalangan para ulama.
Pendapat ulama tentang menunda qadha puasa
Menurut Juliani Syafitri dalam Analisis Pendapat Sayyid Sabiq tentang Qadha Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui (2021), menjelaskan bahwa menurut mazhab Syafi'i, seseorang yang membatalkan puasa tanpa ada uzur syar'i wajib segera mengqadha puasa yang terlewat.
Jika seseorang menunda pelaksanaan qadha puasa hingga Ramadan berikutnya, maka setelah menjalani puasa Ramadan yang baru, ia tetap wajib mengqadha puasa yang terlewat dan juga harus membayar fidyah (kafarat).
Fidyah ini berupa memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Namun, pendapat ini berbeda dengan mazhab Hanafi yang berpendapat bahwa tidak ada kewajiban membayar fidyah, baik penundaan qadha itu terjadi dengan uzur atau tanpa uzur.
Artinya, dalam mazhab Hanafi, jika seseorang menunda qadha puasa hingga Ramadan berikutnya, dia hanya wajib mengqadha puasa tanpa harus membayar fidyah.
Mazhab Al-Malikiyah memiliki pandangan berbeda.
Menurut Maharati Marfuah dalam buku Qadha' dan Fidyah Puasa (2020), Ibnu Abdil Barr, salah satu ulama besar dalam mazhab ini, menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kewajiban puasa Ramadan dan menunda qadha hingga Ramadan berikutnya, padahal dia mampu mengqadha sebelum Ramadan datang.
Maka, dia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan dan memberikan makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang terlewat. Makan yang diberikan setara dengan satu mud yaitu sekitar 625 gram makanan pokok.
Intinya, meskipun ada perbedaan pendapat antara para ulama, ada satu kesamaan yang perlu diperhatikan: jangan menunda qadha puasa hingga Ramadan berikutnya.
Jika kamu menunda hingga bulan Ramadan tiba lagi, kamu tetap wajib mengqadha puasa yang terlewat dan ada kewajiban membayar fidyah menurut sebagian mazhab.
Jadi, jika kamu masih memiliki utang puasa, segeralah melunasinya sebelum bulan Ramadan datang kembali.
Batas waktu untuk mengqadha puasa adalah sepanjang tahun setelah Ramadan hingga bertemu Ramadan berikutnya.
Namun, jika puasa tersebut tidak diganti sampai Ramadan datang lagi, kamu tetap wajib mengqadha dan, menurut beberapa ulama, membayar fidyah.
Untuk itu, jangan tunda-tunda lagi, segera lunasi puasa yang terlewat agar kamu bisa menyambut Ramadan yang baru dengan hati yang bersih dan siap beribadah.
(*)