Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan batas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi tetap 31 Maret 2025. Meskipun dalam pelaksanaan hari terakhir itu bertepatan dengan libur Lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan DJP, Tirta mengatakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan sudah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Untuk wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak alias 31 Maret 2025, kemudian untuk SPT Tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2025.
"Sesuai dengan ketentuan yang ada, batas akhir pelaporan SPT Tahunan ini sudah pasti. Meskipun pada hari H bertepatan dengan hari libur nasional atau cuti bersama, batas akhir pelaporan tidak berubah," kata Tirta dalam Podcast Cermati, dikutip Kamis (27/2/2025).
Tirta menyebut terdapat dua hari besar keagamaan menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2024 orang pribadi, yaitu Nyepi pada 28 Maret 2025 dan Idul Fitri pada 31 Maret 2025.
Apabila diakumulasi dengan cuti bersama dan hari libur, kantor pelayanan pajak akan tutup pada 28 Februari hingga 7 Maret 2025. Hanya saja batas waktu penyampaian SPT Tahunan tetap mengacu kepada UU KUP sehingga wajib pajak dapat melaksanakan kewajibannya secara online.
Oleh karena itu, Tirta mengingatkan agar wajib pajak orang pribadi segera menyampaikan SPT Tahunan 2024 lebih awal untuk menghindari risiko gangguan sistem. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, DJP Online ramai diakses saat menjelang batas waktu.
"Tentu akan lebih baik dan lebih nyaman kalau pelaporannya tidak menunggu batas akhir pelaporan," tutur Tirta.
Sebagai informasi, untuk tahun pajak 2024 yang disampaikan di 2025, pelaporan SPT Tahunan belum menggunakan Coretax alias masih menggunakan cara lama via DJP Online melalui e-filling atau e-form.
Wajib pajak yang tidak atau telat lapor SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi atau denda. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP, di mana dalam pasal 7 dijelaskan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100 ribu untuk wajib pajak orang pribadi dan Rp 1 juta untuk wajib pajak badan.