TRIBUNSUMSEL.COM - Menguak harta kekayaan Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang pailit hingga PHK ribuan karyawan.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Iwan Kurniawan memiliki saham di SRIL atas nama individu sebesar 108 juta (0,52 persen).
Sementara, saham terbesar yakni, Iwan Setiawan 109 juta (0,53 persen), sedangkan Vonny 1,8 juta (0,01 persen), serta Margaret dan Lenny masing-masing 1 juta (0,01 persen).
Soal harta kekayaannya, tak diketahui pasti berapa nilai kekayaan yang dimiliki Iwan Kurniawan.
Adapun aset yang dimiliki Iwan dan keluarga sebagai berikut:
1.Tekstil
Keluarga Lukminto memulai usaha tekstil melalui PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang didirikan pada 1966. Usaha ini berkembang pesat dan kini menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.
Sritex memproduksi kain untuk berbagai pasar internasional, termasuk seragam untuk NATO dan tentara Jerman.
Sritex juga memproduksi pakaian untuk merek-merek ternama seperti Uniqlo, Zara, JCPenney, New Yorker, Sears, dan Walmart. Sejak 2007, Sritex dipimpin oleh putra sulung Lukminto, Iwan Setiawan Lukminto.
2. Gedung Olahraga
Keluarga Lukminto juga memiliki Gedung Olahraga (GOR) Sritex di Solo.
GOR ini menjadi lokasi utama untuk pertandingan bola voli, basket, dan acara olahraga lainnya.
GOR Sritex juga digunakan untuk acara yang melibatkan massa dan menjadi venue dalam berbagai event, seperti Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII yang akan diadakan di Solo pada 2024.
3. Hotel
Melalui anak perusahaan PT Wisma Utama Binaloka, keluarga Lukminto memiliki sekitar sepuluh hotel di berbagai lokasi, termasuk Solo, Yogyakarta, dan Bali.
Beberapa hotel yang mereka operasikan antara lain Diamond Hotel, Grand Orchid, @Hom, Holiday Inn Express di Yogyakarta dan Bali, serta Horison dan Solo Mansion.
Pada 2013, PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang juga bergerak di sektor ini, terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Museum
Tumurun Private Museum adalah museum pribadi yang dikelola oleh keluarga Lukminto di Surakarta.
Museum ini memamerkan seni instalasi, seni kontemporer, lukisan, dan koleksi mobil antik.
Pendirian museum ini merupakan bentuk penghormatan kepada Lukminto, sang ayah, yang juga seorang kolektor seni.
Awalnya museum ini hanya diperuntukkan bagi keluarga, namun kini telah dibuka untuk umum dengan sistem berbayar.
5. Industri Kertas
Selain bisnis tekstil, keluarga Lukminto juga terlibat dalam industri kertas melalui PT Sriwahana Adityakarta Tbk (SWAT), yang memproduksi berbagai produk kertas, termasuk karton box, paper tube, dan paper cone.
6. Investasi dan Grosir
Keluarga Lukminto juga terlibat dalam investasi dan perdagangan grosir melalui perusahaan Golden Legacy Pte Ltd dan Golden Mountain Textile, Trading Pte Ltd yang beroperasi di Singapura.
Perusahaan-perusahaan ini berfokus pada investasi dan perdagangan barang grosir, memperluas portofolio bisnis mereka ke sektor internasional.
Seperti diketahui, PT Sri Rejeki Isman (Sritex Tbk) yang berada di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi berhenti beroperasi pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Tak hanya pabrik Sritex di Sukoharjo, anak perusahaan Sritex Group juga terimbas kondisi pailit.
Akibatnya, karyawan PT Sritex dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) per 26 Februari dan terakhir bekerja pada hari Jumat, 28 Februari 2025.
Total lebih dari 10.000 orang karyawan Sritex Group terkena PHK yang terjadi pada Januari dan Februari 2025.
Alasan PHK Karyawan
Sementara, alasan PHK massal itu dilakukan diklaim untuk menyelamatkan hak karyawan.
Hal tersebut disampaikan salah satu kurator, Denny Ardiansyah.
Ia menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, terutama untuk memastikan para karyawan tetap mendapatkan hak mereka.
"Pertama kami sampaikan bahwa sudah terlalu banyak karyawan yang mengundurkan diri tanpa kejelasan dan kehilangan hak-haknya sebagai kreditor preferen dalam kepailitan," ujar Denny pada Rabu (5/3/2025).
Sejak Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024 hingga 26 Februari 2025, sebanyak 1.291 karyawan Sritex Sukoharjo memilih mengundurkan diri.
Dia mengatakan, hal ini berdampak pada dinonaktifkannya BPJS Ketenagakerjaan mereka, sehingga mereka kehilangan akses ke Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang seharusnya mereka dapatkan.
Kondisi Keuangan Perusahaan yang Memburuk
Selain itu, Sritex Grup telah mengalami kesulitan keuangan sejak beberapa tahun terakhir.
Perusahaan tidak mampu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh sejak 2020 hingga 2024, yang terpaksa dicicil selama 4-5 bulan.
Bahkan, tagihan listrik perusahaan dari November 2024 hingga Januari 2025 mencapai Rp 40 miliar yang belum terbayarkan sebelum perusahaan dikelola oleh kurator.
Secara cash flow, perusahaan terus mengalami kerugian.
Jika PHK tidak dilakukan segera, maka kondisi finansial karyawan yang masih bertahan akan semakin tidak terjamin.
"Misal bulan Maret 2025 baru dilakukan PHK, maka karyawan semakin tidak terjamin secara penghasilan. JHT akan cair di Bulan April.
Selain itu, Sritex Grup telah mengalami kesulitan keuangan sejak beberapa tahun terakhir.
Perusahaan tidak mampu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh sejak 2020 hingga 2024, yang terpaksa dicicil selama 4-5 bulan.
Bahkan, tagihan listrik perusahaan dari November 2024 hingga Januari 2025 mencapai Rp 40 miliar yang belum terbayarkan sebelum perusahaan dikelola oleh kurator.
Secara cash flow, perusahaan terus mengalami kerugian.
Jika PHK tidak dilakukan segera, maka kondisi finansial karyawan yang masih bertahan akan semakin tidak terjamin.
"Misal bulan Maret 2025 baru dilakukan PHK, maka karyawan semakin tidak terjamin secara penghasilan. JHT akan cair di Bulan April.
Hal ini akan mengakibatkan kondisi sosial ekonomi yang sangat berat bagi para karyawan," jelas Denny.
Dengan adanya PHK ini, karyawan yang terkena dampak diharapkan dapat segera mengurus hak-hak mereka, termasuk pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dijadwalkan cair sebelum Lebaran.
Langkah ini diambil untuk memastikan mereka memiliki kepastian ekonomi, dibandingkan tetap bekerja dalam kondisi perusahaan yang tidak stabil.
Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dilakukan Tim Kurator terhadap 9.609 karyawan PT Sritex Grup pada 26 Februari 2025 bukan sekadar langkah terakhir dalam proses kepailitan, tetapi juga upaya untuk menyelamatkan hak-hak karyawan yang tersisa.
Dalam keputusan tersebut, PHK mencakup karyawan dari empat perusahaan di bawah Sritex Grup, yaitu:
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Sukoharjo: 8.504 karyawan
PT Primayudha, Boyolali: 961 karyawan
PT Sinar Pantja Djaja, Semarang Barat: 40 karyawan
PT Bitratex Industries, Semarang: 104 karyawan
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com