-

Masyarakat adat Baduy Luar dan Baduy Dalam konsisten menjaga kelestarian adat dan budaya. Salah satunya bisa terlihat dari bangunan di sana.


Tidak hanya rumah yang ditinggali, namun juga lumbung padi sebagai tanda ketahanan pangan yang kokoh memiliki kekhasan, baik bangunan atau pun tata letak di dalam kampung.


Untuk rumah tinggal, masyarakat Baduy tidak hanya membuat rumah yang sekadar rumah, tetapi memiliki arti yang begitu mendalam. Dalam membuat sebuah rumah, Masyarakat Baduy menyiapkan bagian-bagian yang sudah diatur adat.





Saat berada di wilayah Baduy Luar, detikTravel berkunjung ke rumah salah satu tokoh masyarakat di sana yakni Kang Jamal.


Ia mengatakan beberapa bagian yang berada di dalam susunan rumah-rumah masyarakat Baduy seperti umpak tihang, sunduk, darulung, sarang, pulupuh, gegemi, bilik, cempe, lawang hingga adeg-adeg lawang. Nah beberapa begitu itulah yang nantinya disebut sebagai rumah atau sulah nyanda.




"(Rumah) kita berbentuk sulah nyanda menghadapnya itu berdasarkan sudut pandang matahari, jadi timur ke barat. Terus pintunya ada tiga, itu berdasarkan filosofi yaitu Nista Maja Utama," kata Jamal.



"Segala apapun kita harus disimpulkan tidak bisa kita semata-mata memutuskan atau memvonis tanpa dipikirkan matang-matang terlebih dahulu, itu salah satu filosofinya. Karena rumah itu, kita diwajibkan untuk punya rumah karena itu salah satu bentuk kalau istilah Sunda mengatakan, istilah orang Baduy itu panetep iman," ujar dia.


Kemudian yang dimaksud panetep iman dalam kepercayaan yang masyarakat Baduy imani seperti saat kita (masyarakat Baduy) belum memiliki rumah sendiri itu seperti iman yang belum sempurna.


"Kalau kita tidak ada rumah, rasa keimanan kita itu belum bisa simpulkan," kata dia lagi.


Jamal pun mengakui hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dicapai, memiliki rumah sendiri butuh proses yang panjang (kecuali memang diberikan warisan). Terlebih sebagai kepala keluarga, kerja keras menurutnya menjadi sebuah kewajiban untuk rasa tanggung jawab kepada keluarnya.


Struktur rumah masyarakat Baduy semua terdiri dari kayu dan tidak boleh menggunakan tiang besi dan menggunakan kayu jati, karena itu melanggar aturan adat. Banyak jenis kayu yang biasa mereka gunakan seperti mahoni, kikian hingga kayu lamban.


"Yang penting tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran adat, salah satunya kita menggunakan tiang besi atau misalkan menggunakan kayu-kayu yang melanggar aturan menurut orang Baduy jadi kayak kayu jati. Itu menurut orang Baduy pelanggaran," ujar Jamal.


Adapun beberapa jenis kayu lainnya yang memang tak boleh dijadikan bahan untuk membuat rumah.



Masyarakat Baduy menyimpan hasil panen padi mereka pada sebuah lumbung. Yuk kita lihat dereta lumbung pagi warga Baduy Luar.

ATM-nya Masyarakat Baduy


Lalu, Jamal pun menjelaskan bangunan yang menjadi penting lainnya bagi masyarakat adat Baduy adalah lumbung padi atau disebut leuit. Ia mengatakan setiap keluarga memiliki satu leuit yang setiap leuitnya bisa menampung hingga ratusan kilogram beras.


Dan beras-beras tersebut tidak boleh dipakai setiap hari, beras yang ada di dalam leuit itu bisa diambil dan diolah hanya dalam keadaan-keadaan mendesak saja. Jadi untuk konsumsi nasi sehari-hari masyarakat Baduy harus membeli beras.


"Karena itu salah satu ketahanan pangan masyarakat Baduy. Kalau orang Baduy apalagi zaman-zaman dulu tidak ada ATM, itulah ATM-nya orang Baduy," ucap Jamal.



Karena masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bercocok tanam, terlebih padi. Maka menurut Jamal, leuit adalah sesuatu yang wajib untuk dimiliki oleh orang-orang Baduy.


"Kita wajib punya wadah lah istilahnya jadi terkait dengan berat atau seberapa banyak padi itu nggak nentu (di dalam leuit). Kalau memang rumah tangganya sudah lama, ada juga yang turun-temurun dari bapaknya, ada yang dari neneknya," terang Jamal terkait seberapa banyak padi di dalam leuit.


Sama seperti bangunan rumah, leuit juga tak bisa sembarangan dibangun. Bahan kayu yang digunakan juga tak sembarangan, harus sesuai dengan ketentuan adat di sana. Jamal mengatakan jika sudah disebutkan pamali oleh kokolot di sana maka pantang untuk dilanggar.


"Kalau menurut orang Baduy, ketika dikalimatkan sama kokolot itu pamali, kita nurut. Karena takut ada malapetaka, entah itu wabahnya seperti kita tidak memaksakan karena pasti kokolot ketika menganjurkan kalimat pamali berarti demi kenyamanan dan keamanan kita bersama," ujar Jamal.











Contact to : xlf550402@gmail.com


Privacy Agreement

Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.